+ -

Pages

Rabu, 26 Maret 2014

300 : Rise of an Empire, Semacam Dongeng Khusus Dewasa


Judul : 300 : Rise of an Empire (2014)
Sutradara : Noam Murro
Penulis : Zack Snyder, Kurt Johnstad
Pemain : Sullivan Stapleton, Eva Green, Lena Headey, Rodrigo Santoro
Genre : Action, Slahser, Fantasi
Durasi : 1 jam 43 menit
IMDb rating : 6.9
Metascore : 47/100
Tomatometer : 42%

300 : Rise of an Empire merupakan lanjutan dari film 300 garapan Zack Snyder tahun 2006 silam. Sebenarnya secara cerita bukan lanjutannya, mungkin bisa dibilang film ini merupakan cerita lebih panjangnya dari film 300 itu sendiri. 300 : Rise of an Empire kali ini disutradari oleh pendatang baru Noam Murro, karena Zack Snyder lebih memilih fokus menggarap film Man of Stell (2013). Jika pada film pertama bercerita tentang The Battle of Thermopylae dimana raja Leonidas memimpin 300 prajurit Sparta melawan lebih dari satu juta pasukan Persia yang dipimpim oleh Xerxes, maka pada film kedua ini bercerita tentang The Battle of Artemisia dimana persatuan bangsa Yunani di bawah pimpinan jenderal Themistokles dengan lawan yang sama yaitu pasukan Persia, akan tetapi kali ini peran Xerxes banyak diambil oleh Artemisia, komandan perang asal Yunani yang membelot kepada Persia karena trauma masa kecilnya akan pasukan Sparta. Jadi pada film yang kedua ini secara cerita lebih kompleks.


300 : Rise of an Empire diambil dari novel grafis karya Frank Miller yang berjudul Xerxes, walaupun tidak semua cerita dari novel di adaptasi. Selain itu, novel itu sendiri belum diterbitkan sampai saat ini. Pada awalnya film ini akan diberi judul 300 : The Battle of Artemisia, yang kemudian entah kenapa diubah menjadi 300 : Rise of an Empire. Mungkin judul yang pertama terlalu gamblang, jadi dipilih judul yang kedua. Bagi pecinta film slasher, atau film dengan banyak darah disetiap adegan, film ini bisa menjadi salah satu favorit, tetapi dengar-dengar banyak adegan yang harus di potong atau disensor setelah masuk ke Indonesia. Cukup mengecewakan sih, apalagi pas adegan make love themistokles dengan artemisianya harus banyak yg dibuang, kenapa bukan penontonnya saja yang diseleksi, tapi yasudahlah, wkwkwk.


Diawal film alur cerita berjalan sangat cepat, layaknya dongeng pengantar tidur, dimana menceritakan latar belakang dari perang Artemisia itu sendiri. Saya sendiri merasa menjadi anak kecil lagi yang sedang dibacakan oleh dongeng pengantar tidur, tapi kali ini dengan visual khusus orang dewasa dengan banyaknya adegan penuh darah, setelah itu barulah masuk ke cerita utama. Jika di film 300 peran Gerard Butler mampu memerankan tokoh prajurit Sparta yang begitu heroik dan berapi-api, Sullivan Stapleton memerankan tokoh yang berbeda. Berperan sebagai Themistokles, jenderal perang dari Athena, saya tidak melihat aksi heroik yang mengena, mungkin karena dia bukan dari Sparta. Diluar itu menurut saya Sullivan cukup bagus memerankan Themistokles, dan juga Eva Green yang sangat-sangat bagus dalam memerankan Artemisia, Tampang penuh dendam yang sangat keji secara apik diperankannya, tanpa mengurangi kecantikannya. Rodrigo Santoro yang kembali memerankan Xerxes juga sukses membuat penonton benci kepadanya, walaupun kemunculannya hanya sesaat.


Adegan perang yang dikemas secara artistik dengan balutan slow motion tetap menjadi andalan dalam film ini. Teknik-teknik perang mampu diracik dengan baik oleh Noam Murro sedemikian rupa menjadi tontonan yang menarik. Tetapi secara keseluruhan, menurut saya, saya tidak menemukan sesuatu yang spesial dari film yang ini. Saya tidak menemukan sesuatu yang wah, seperti waktu saya menonton 300. Secara ini film yang kedua dan menyandang film sebelumnya yang cukup epic, tidak salah dong ekspektasi saya cukup tinggi untuk film ini, tetapi sekali lagi Noam Murro tidak dapat memenuhi ekspektasi saya ketika menonton 300 : Rise of an Empire. Walaupun demikian, film yang satu ini layak ditonton untuk mengatasi kerinduan akan karya khas Zack Snyder dalam mengadegankan peperangan.

mothisme rating : 3/5

5 Mothisme: Maret 2014 Judul : 300 : Rise of an Empire (2014) Sutradara : Noam Murro Penulis : Zack Snyder, Kurt Johnstad Pemain : Sullivan Stapleton, Eva Gr...

Rabu, 19 Maret 2014

Mandela Long Walk to Freedom : Epic Bibliografi


Judul : Mandela Long Walk To Freedom (2013)
Sutradara : Justin Chadwick
Penulis : William Nicholson
Pemain : Idris Elba, Naomie Harris
Genre : Drama, Historikal, Biografi
Durasi : 2 jam 27 menit
IMDb rating : 7.1
Metascore : 60/100
Rotten Tomatoes : 58%

Satu lagi film tentang Nelson Mandela, presiden Afrika Selatan yang juga dikenal sebagai tokoh pejuang anti apartheid. Film kali ini berjudul sama dengan buku biografi Mandela : Long Walk To Freedom. Perjalanan panjang menuju kebebasan, ya dalam film ini menceritakan perjalanan hidup seorang Nelson Mandela yang cukup panjang, dari dia remaja hingga dewasa dan menjadi presiden Afrika Selatan pertama yang dipilih melalui pemilihan umum pertama secara demokratis, termasuk juga selama Mandela di penjara selama 27 tahun, disajikan dalam film ini dengan durasi 2 jam lebih.

Meskipun berpusat pada perjuangan politik Mandela untuk menegakkan keadilan di negaranya, dalam film ini juga ditampilkan sisi lain dari seorang Mandela. Mandela yang juga seorang manusia biasa yang juga bisa berbuat salah juga tak luput dari pandangan (diceritakan Mandela muda sebelum bertemu Winnie mempunyai istri, dan Mandela sering memukul istrinya dan suk bermain dengan wanita lain). Tak luput juga masa-masa dia di dalam penjara selama 27 tahun tanpa bisa berkomunikasi dengan keluarganya, dimana diluar sana keluarganya juga mengalami konflik yang cukup pelik. Semua itu diceritakan secara berimbang pada film ini.

Secara keseluruhan film ini cukup bagus sebagai film biografi seorang tokoh, terutama yang saya suka scooringnya. Setiap momen semakin meyentuh dengan adanya tambahan scooring-scooring yang dramatis. Pada sisi akting, Idris Elba dan Naomie Harris bekerja cukup baik. Peran masing-masing tokoh cukup berimbang, antara Mandela dan Winnie, dan juga pemeran pendukung lainnya.

mothisme rating : 3,5/5
5 Mothisme: Maret 2014 Judul : Mandela Long Walk To Freedom (2013) Sutradara : Justin Chadwick Penulis : William Nicholson Pemain : Idris Elba, Naomie Harris...

Jumat, 14 Maret 2014

I, Frankenstein. I, My Father Son


Judul : I, Frankenstein (2014)
Sutradara : Stuart Beattie
Penulis : Stuart Beattie, Kevin Grevioux
Pemain : Aaron Eckhart, Bill Nighy, Yvonne Strahovski, Miranda Otto
Genre : Action, Sci-fi
Durasi : 1 jam 40 menit
IMDb rating : 5.3
Metascore : 30/100
Rotten Tomatoes : 4% tomat bosok

Berkisah tentang manusia hasil dari percobaan laboratorium oleh ilmuwan yang sangat terkenal, film I, Frankenstein biasa saja. iya biasa, tidak ada yang spesial. Malah jadi aneh, jelek. Setau saya Frankenstein adalah manusia dengan baut besar di kepalanya, berwarna hijau dan berbadan besar. Sejujurnya saya tidak tahu Frankenstein itu sebenarnya baik atau jahat. Tapi di film ini tentu saja baik, lha wong lakonnya, heuheu.

Menampilkan Frankenstein dengan sosok berbeda dari biasanya, kali ini Frankenstein tampil dengan wajah ganteng yang penuh codetan. Potongan rambutnya pun model masa kini, top fourty kayaknya, wkwkwkwk. Alur cerita yang biasa saja, datar, konflik yang menurut saya juga biasa saja, CGI yang biasa untuk film sekelas ini, itulah gambaran umum dari film ini.


Berkisah tentang peperangan antara yang baik dan yang benar, malaikat dan iblis, Frankenstein terpaksa terlibat di dalamnya, dan itu biasa saja. Ada juga klan lain dalam film ini yaitu manusia, sebagai alasan peperangan antar dua klan tersebut. Tetapi tidak terasa bahwa manusia itu sendiri penting. Di tambah ilmuwan cantik yang menjadi teman Frankenstein yang juga biasa saja, bahkan adegan hot yang biasanya jadi pemanis juga tidak ada. Ya sudah, selesai, biasa saja.

mothisme rating : 2.5/5
5 Mothisme: Maret 2014 Judul : I, Frankenstein (2014) Sutradara : Stuart Beattie Penulis : Stuart Beattie, Kevin Grevioux Pemain : Aaron Eckhart, Bill N...

Kamis, 13 Maret 2014

Nonton + Diskusi Film Pendek Finalis Ganfest 2014 di Sinematografi UA

Suasana Diskusi di Sekre Sinematografi UA
Beberapa saat yang lalu temen-temen SinematografiUA ngadain nonton bareng film finalis ganfest 2014. Secara ada beberapa temen yang dateng ke acara ganfest tersebut. Acara ini bermaksud untuk membagi pengalaman ketika dateng ke ganfest. Sebelumnya terima kasih buat temen-temen yang uda ngadain acara nonton bareng plus diskusi ini. Sebenarnya ada 6 film yang bakal diputer, tapi saya kebagian cuman 4 karena terlambat, yaitu Haryo karya Zidny Ilman (UNM-Jakarta), Liburan Keluarga karya Tunggul Banjaransari (Solo), dan dua film karya Orizon Astonia (IKJ-Jakarta), Pingitan dan Lewat Sepertiga Malam yang saat ini juga sedang di screeningkan di XXI Short Film Festival 2014. Dua film yang saya lewatkan adalah Loper karya Dendie Archenius (Bandung) dan Pail karya Inovani Caradigama (Avikom-Jogjakarta), lain waktu akan saya sempatkan untuk menontonnya.

Apa yang akan saya tulis ini berdasarkan apa yang saya lihat dan saya dengar dari diskusi bersama teman-teman yang hadir tadi. Tetapi karena saya masih belum cukup berilmu mungkin radak ngawur. Jangan percaya apa yang saya tulis, percayalah pada mbah Google.. xD

Secara keseluruhan keempat film adalah film-film bagus yang sebenarnya tak layak tonton untuk orang tak cukup ilmu seperti saya. Cukup berat dan membingungkan serta membuat otak saya bekerja lebih daripada biasanya untuk memahami film-film tersebut. Alur cerita yang sulit dipahami (tak seperti sinetron yang ceritanya penuh kekonyolan dan hal yang "sangat-sangat masuk akal"), shot-shot yang penuh makna (tak seperti sinetron yang selalu close up dan memaparkan wajah cantik, bodi mulus serta dada montok pemainnya), serta ornamen-ornamen lain dalam film yang membuat melongo orang tak berilmu seperti saya. Hanya beberapa adegan tak biasa yang bisa membuat penonton tersenyum, bergumam atau berteriak, adegan ringan sebagai selingan yang mungkin justru bermakna bagi sebagian penonton.

Adegan film "Haryo"
Film Haryo menceritakan tentang seorang pemuda bernama Haryo yang sedang kehausan dan mencari cara untuk menghilangkannya. Udah. Itu aja. Film ini menurut saya memiliki alur cerita yang paling mudah dimengerti daripada film lainnya, tetapi cukup membingungkan juga sih aslinya. Nah lo!.hhahaha. Bagi saya ini film menggambarkan kondisi anak kos yang hidup sebatang kara dan sedang kesusahan, sedangkan teman-temannya tidak ada yang perduli. Ada teman lain yang memiliki intepretasi lebih yaitu film ini menggambarkan tentang kondisi sosial masyarakat saat ini yang sudah saling tak peduli satu sama lain. Bisa jadi penonton yang lain punya intepretasi yang lain lagi. Sangat banyak yang bisa di gali dari visualisasi sederhana cerita seorang anak yang sedang kehausan dan mencari cara menghilangkannya. Simple, gak ribet, tapi luas, mungkin itu kata-kata saya untuk film Haryo.

Adegan film "Liburan Keluarga"
Selanjutnya ada film Liburan Keluarga yang merupakan pemenang Ganfest 2014. Sekali lagi ini adalah film yang sulit dimengerti. Mungkin banyak yang bertanya kok bisa sih film ini menang? kok bisa sih film ceritanya gak jelas gitu menang? kok bisa sih film ada adegan begituannya kok menang? kok bisa sih gambarnya gelap semua gitu menang? orang-orang tak berilmu seperti saya pasti bertanya-tanya seperti itu. Tetapi justru difilm inilah hakekat sebenarnya dari film pendek mampu disuguhkan dengan lugas. Dengan teknik yang sangat sederhana, mengangkat isu-isu lokal yang ada disekitarnya, film ini mengajak penonton berfikir apa sih sebenarnya liburan keluarga itu? Jawaban yang tak biasa yang justru hakekat yang sebenarnya, ada pada film ini. Masih gak mudeng juga dengan film ini? gak mudeng dengan tuisan saya? sama saya sendiri juga gak paham sebenarnya, heuheuheu

Poster film "Pingitan"
Terakhir ada dua film karya Orizon Astonia, mahasiswa Insitut Kesenian Jakarta. Kebetulan tadi pada saat diskusi Orizon sempet komunikasi dengan kita lewat telepon. Menurut saya, kedua film ini adalah buah kegelisahan sang sutradara pada saat dia berada dipesanten. Sebelumnya memang sang sutradara pernah dipesantren kurang lebih selama satu tahun. Tema yan diangkat di dua film ini juga tak jauh dari kehidupan pesantren. Pertama pingitan, bercerita tentang dua insan yang akan menikah dan menjalani "pingitan", yaitu tidak boleh saling bertemu beberapa hari sebelum menikah (tepatnya saya nggak tahu, emang pingitan itu ajaran di pesantren ya? ) dan mereka mencuri waktu dimalam hari untuk bertemu, kedua yaitu lewat sepertiga malam, bercerita tentang 3 perempuan pesantren yang kabur pada saat jam malam untuk bertemu pacarnya. Dua film ini tidak berwarna alias BW (item - putih), kata sutradaranya sih pada film pertama dia memang nyoba nyoba pake BW, eh taunya keren, di film keduanya akhirnya dia pake BW juga. BW emang ampuh untuk menyamarkan kualitas gambar yang kurang bagus seperti noise, terutama untuk setting malam hari, dimana sangat rentan muncul noise. Kebetulan dua film ini bersetting waktu malam hari.

Adegan film "Pingitan"
Pada film pingitan dialog mempunyai porsi yang cukup besar, hampir 90 persen isi film ini ada pada dialognya. Dibawakan dengan nada datar serta emosi kedua pemain yang tanpa ekspresi, justru menambah dalam makna yang ada didalamnya. Berisi obrolan-obrolan vulgar dan lantang khas orang dewasa, yang biasanya tabu untuk dibicarakan jusrtru suguhan utama film ini. Kalo kata sutradaranya sih tadi kenapa nada dialognya datar, karena pas shooting itu sudah malam, jadi pemainya ngantuk dan dari awal sipemain membawakannya dengan datar-datar saja, akhirnya si sutradara menyuruh pemain untuk membawakannya sepeti itu sampai akhir. Katanya lo ya, katanya, tetapi saya lebih suka dibawakan dengan datar begitu. Lebih mengena, isi obrolannya tak biasa, cara pembawaanya juga tak biasa, pas. Sedangkan di film lewat sepertiga malam, merupakan gambaran anak pesantren yang melanggar aturan yang telah ditetapkan. Sekali lagi banyak intepretasi dari satu visualisasi cerita dalam film ini. Dari saya sendiri tentang film ini, adalah apa yang terlihat baik itu tak selamanya baik dan belum tentu baik, apa yang terlihat buruk itu tak selamanya buruk dan belum tentu buruk.

Adegan film "Lewat Sepertiga Malam"
Banyak pertanyaan yang muncul dari menonton film-film macam beginian. Pernah saya menemui pertanyaan lucu, atau pertanyaan sedikt lucu, anggap saja lucu, mungkin lebih tepatnya pertanyaan dari orang polos "itu pengambilan gambarnya tidak pakai tripid ya mas? kok gambarnya goyang? kan lebih enak pakai tripod? filmakernya pun menjawab "iya mas, saya ndak punya tripod" heuheuheu. Oh iya tadi sempet juga ada yang masih merasa bingung itu kenapa film-film yang lolos festival bahkan menang festival film macam begitu. Katanya dengan teknik yang biasa saja dan gambar-gambar yang nggak indah atau apa tadi saya lupa, pokoknya begitulah, bisa menang festival.Trus katanya lagi percuma kita selama ini susah-susah belajar berbagai macam teknik yang bagus sedangkan film yang menang "hanya" film model begitu. Hmmm... hmmmm.. hmmmm... kalo boleh saya menjawab maka saya akan jawab "saya juga ndak tahu", saya hanya anak yang tak berilmu beginian, saya cuma nonton, nulis, udah, gitu aja, wkwkwkwkwkw. Jadi inget kata mas Orizon tadi, "butuh sedikit waktu dan pemahaman sedikit lagi kok, nanti juga ngerti" heuheuheu.

Diakhir tulisan ini ada beberapa hal yang ingin saya sampaikan. Ada yang bilang kalau film adalah hal yang multi-intepretasi, artinya banyak intepretasi dari satu film. Ya, itu benar. Bagus tidaknya film itu relatif, tergantung selera. Ya, itu juga benar. Dua kalimat barusan memang pantas untuk menutup suatu diskusi, hhahahaha. Mari mengerjakan skripsi! eh, mari menonton film..!! xD
5 Mothisme: Maret 2014 Suasana Diskusi di Sekre Sinematografi UA Beberapa saat yang lalu temen-temen SinematografiUA ngadain nonton bareng film finalis ganfest...

Jumat, 07 Maret 2014

12 Years a Slave : Django versi normal


Judul : 12 Years A Slave
Sutradara : Steve McQueen
Penulis : John Ridley (screen play ), based on story Solomon Northup
Pemain : Chiwetel Ojiofor, Michael K. Williams, Michael Fasbender, Sarah Paulson, Lupita Nyong'o
Genre : Drama, Biopik
Durasi : 2 Jam 14 Menit
IMDb rating : 8.3
Metascore : 97/100
Rotten Tomatoes : 96% tomat.

Ketika melihat film 12 Years A Slave saya teringat akan film Django Unchained nya Tarantino. Isu yang di angkat kedua film ini sama, yaitu tentang perbudakan di Amerika pada jamannya dulu, tetapi 12 Years A Slave mengemasnya dengan cerita yang 'normal', tidak seperti Django yang nyeleneh. Ya, setiap sutradara memang punya cara sendiri-sendiri dalam menggarap filmnya. Kali ini McQueen memfilmkan kisah nyata dari Solomon Northup, seorang freeman kulit hitam yang diculik dan dijual sebagai budak. Adegan ketika Northup di culik dan dibawa dengan kereta kuda di tengah malam, persis mengingatkan saya pada adegan di film Django ketika pertama kali dia ditemukan oleh Dr. King Schultz

Sebelumnya kisah Solomon Northup ditulis dalam bentuk novel dan pernah diterbitkan sekitar tahun 1853. Novel ini sempat menghilang sampai akhirnya tahun 1960-an ditemukan dan dilakukan riset kembali oleh dua sejarawan asal lousiana, Sue Eakin dan Joseph Logsdon, hingga akhirnya pada tahun 2013 difilmkan oleh McQueen. Karya McQueen kali ini seolah pembuktiannya setelah film sebelumnya, Shame, yang dipuji banyak kritikus namun diacauhkan oleh Oscar.

Ada satu dialog yang selalu saya ingat dalam film ini, yaitu ketika Northup berbicara dengan budak kulit hitam lainnya. Disatu sisi budak tersebut mengajarkan kepada Northup agar menurut kepada orang-orang kulit putih, agar bisa survive alias tidak dibunuh. Northup saat itu menyangkalnya dengan berkata "I don't want to survive, i want to live". Ya, setiap manusia berhak untuk hidup dan menjalani hidupnya masing-masing. Itulah pesan yang menurut saya diangkat dalam film ini.

Sepanjang film banyak adegan penyiksaan disuguhkan secara gamblang, baik secara fisik maupun psikis. Ketika Northup hampir mati dengan leher yang tergantung seharian karena berselisih dengan mandor dipekebunan dan budak lain acuh seolah tak terjadi apa-apa,ketika Northup harus mencambuk budak lainnya atas perintah majikannya dengan ancaman akan dibunuh, dan lain sebagainya. Tidak semua majikan kulit putih bertindak jahat kepadanya, ada juga majikan yang baik hati kepada Northup, tetapi tidak bisa berbuat apa-apa dengan alasan ekonomi maupun situasinya dengan kulit putih lainnya, satu konflik tersendiri yang akhirnya mengantar Northup kepada majikan yang kejam. Setiap pemain menjalankan perannya dengan baik. Diluar peran sentral Northup sendiri yang diperankan oleh Chiwetel Ojiofor, pemain pendatang baru, Lupita Nyong'o juga tampil apik disini. Ditambah lagi dengan acting Fasbender sebagai majikan 'sakit' yang membenarkan tindakan menyiksa budak dengan dalih hal tersebut tertulis di al-kitab, dan juga munculnya Brad Pitt walaupun hanya sekejap, yang justru merupakan sosok malaikat bagi Northup. Setiap adegan ditata sedemikian rupa sehingga mampu membuat penonton merasa gregetan dan ingin membebaskan budak-budak tersebut. Untunglah jaman sekarang sudah tidak ada perbudakan, heuheu.

Alur pada film ini juga menambah nilai tersendiri, dimana dibuat sedikit acak. Dibuka dengan adegan yang menurut saya cukup menghentak secara halus, tetapi adegan tersebut merupakan adegan yang sebenarnya ada di tengah-tengah cerita. Secara keseluruhan film ini hampir sempurna, dengan detail-detail artistik, setting, make-up dan wardrobe yang boleh dibilang seperti aslinya pada tahun 1841. Ditambah lagi dengan scooring buatan Hans Zimmer, tau lah kualitas Zimmer itu gimana, tidak perlu diragukan lagi. Akhirnya 12 years a slave berhasil memenangkan oscar pada tahun ini. Sedikit menyinggung tentang prestasi ini, yang menurut saya sebenarnya banyak film lain yang juga patas memenangkannya seperti American Hustle, maupun Gravity, apakah memang pemenang Oscar tahun ini didedikasikan kepada Nelson Mandela yang meninggal tahun lalu, dengan memenangkan 12 years a Slave, saya tidak tahu. Tapi diluar itu film ini juga pantas memenangkan penghargaan tersebut.

Rating saya : 4/5


5 Mothisme: Maret 2014 Judul : 12 Years A Slave Sutradara : Steve McQueen Penulis : John Ridley (screen play ), based on story Solomon Northup Pemain : Chiwe...

Senin, 03 Maret 2014

Jackass Presents : Bad Grandpa, Kumpulan video-video supertrap..!!


Judul : Jackass presents : Bad Grandpa
Sutradara : Jeff Tremaine
Penulis : Johnny Knoxville, Spike Jonze, Jeff Tremaine
Pemain : Johnny Knoxville, Jackson Nicoll
Genre : Komedi
Durasi : 1 Jam 32 Menit

Yoyoii, tau supertrap kan? acara di TV kita yang isinya kamera tersembunyi yang sudah dihentikan karena kasus masang kamera di toilet (kalo gak salah sih). Bad Grandpa kurang lebih sama seperti acara supertrap tersebut, yang dikemas dan ditata sedemikina rupa dengan tambahan sedikit alur cerita menjadi sebuah film. Kalo dipotong-potong dan dikasih beberapa iklan jadi deh acara TV, hhehe.

Sebelumnya saya tidak pernah menonton film jackass yang lain, entah memang dari awal konsepnya memang hidden cam gini atau gimana saya tidak tahu.Beberapa scene difilm ini juga ada yang di blur muka orang-orangnya, blum dapat ijin kali ya, heuheu. Ya karena mungkin hidden cam gini jadi menurut saya cerita di film ini nggak nyambung, asal aja gitu jadinya, antara satu adegan dan adegan lainnya nggak menyatu, IMHO.

Secara cerita film ini menceritakan seorang kakek-kakek 'gila' yang mengantarkan cucunya kepada ayahnya. sepanjang perjalanan berbagai kejadian menimpa mereka, yang seharusnya mempengaruhi ending dari cerita itu sendiri. Tapi, ya karena konsep hidden cam tadi, jadinya ya susah nyambung. Melihat perjalanan seorang kakek dan cucunya ini sebenarnya mengingatkan pada film UP, yang juga menceritakan perjalanan seorang kakek dan anak kecil. Tetapi film UP berhasil menyentuh sisi batin saya melalui ceritanya, hhaha, berbeda film ini yang sebenarmya secara cerita bisa menyentuh hati penontonnya, tapi menurut saya masih kurang.

Ya kalu untuk tontonan seru-seruan aja sih bolehlah nonton film ini. Oh ya si kakek tua yang berusia 86 tahun di film ini diperankan oleh johnny knoxville yang usianya baru 42 tahun. Aktingnya sangat bagus dan sangat menghayati peran kakek itu sendiri, mulai dari gestur dan dialognya. Oh ya film ini tidak untuk anak-anak dan orang dewasa yang pemikirannya masih anak-anak ya, karena banyak adegan yang tidak layak untuk ditonton manusia normal, wkwkwkwkwk. 

Rating : 2.5/5
5 Mothisme: Maret 2014 Judul : Jackass presents : Bad Grandpa Sutradara : Jeff Tremaine Penulis : Johnny Knoxville, Spike Jonze, Jeff Tremaine Pemain : Johnn...
< >