+ -

Pages

Kamis, 13 Maret 2014

Nonton + Diskusi Film Pendek Finalis Ganfest 2014 di Sinematografi UA

Suasana Diskusi di Sekre Sinematografi UA
Beberapa saat yang lalu temen-temen SinematografiUA ngadain nonton bareng film finalis ganfest 2014. Secara ada beberapa temen yang dateng ke acara ganfest tersebut. Acara ini bermaksud untuk membagi pengalaman ketika dateng ke ganfest. Sebelumnya terima kasih buat temen-temen yang uda ngadain acara nonton bareng plus diskusi ini. Sebenarnya ada 6 film yang bakal diputer, tapi saya kebagian cuman 4 karena terlambat, yaitu Haryo karya Zidny Ilman (UNM-Jakarta), Liburan Keluarga karya Tunggul Banjaransari (Solo), dan dua film karya Orizon Astonia (IKJ-Jakarta), Pingitan dan Lewat Sepertiga Malam yang saat ini juga sedang di screeningkan di XXI Short Film Festival 2014. Dua film yang saya lewatkan adalah Loper karya Dendie Archenius (Bandung) dan Pail karya Inovani Caradigama (Avikom-Jogjakarta), lain waktu akan saya sempatkan untuk menontonnya.

Apa yang akan saya tulis ini berdasarkan apa yang saya lihat dan saya dengar dari diskusi bersama teman-teman yang hadir tadi. Tetapi karena saya masih belum cukup berilmu mungkin radak ngawur. Jangan percaya apa yang saya tulis, percayalah pada mbah Google.. xD

Secara keseluruhan keempat film adalah film-film bagus yang sebenarnya tak layak tonton untuk orang tak cukup ilmu seperti saya. Cukup berat dan membingungkan serta membuat otak saya bekerja lebih daripada biasanya untuk memahami film-film tersebut. Alur cerita yang sulit dipahami (tak seperti sinetron yang ceritanya penuh kekonyolan dan hal yang "sangat-sangat masuk akal"), shot-shot yang penuh makna (tak seperti sinetron yang selalu close up dan memaparkan wajah cantik, bodi mulus serta dada montok pemainnya), serta ornamen-ornamen lain dalam film yang membuat melongo orang tak berilmu seperti saya. Hanya beberapa adegan tak biasa yang bisa membuat penonton tersenyum, bergumam atau berteriak, adegan ringan sebagai selingan yang mungkin justru bermakna bagi sebagian penonton.

Adegan film "Haryo"
Film Haryo menceritakan tentang seorang pemuda bernama Haryo yang sedang kehausan dan mencari cara untuk menghilangkannya. Udah. Itu aja. Film ini menurut saya memiliki alur cerita yang paling mudah dimengerti daripada film lainnya, tetapi cukup membingungkan juga sih aslinya. Nah lo!.hhahaha. Bagi saya ini film menggambarkan kondisi anak kos yang hidup sebatang kara dan sedang kesusahan, sedangkan teman-temannya tidak ada yang perduli. Ada teman lain yang memiliki intepretasi lebih yaitu film ini menggambarkan tentang kondisi sosial masyarakat saat ini yang sudah saling tak peduli satu sama lain. Bisa jadi penonton yang lain punya intepretasi yang lain lagi. Sangat banyak yang bisa di gali dari visualisasi sederhana cerita seorang anak yang sedang kehausan dan mencari cara menghilangkannya. Simple, gak ribet, tapi luas, mungkin itu kata-kata saya untuk film Haryo.

Adegan film "Liburan Keluarga"
Selanjutnya ada film Liburan Keluarga yang merupakan pemenang Ganfest 2014. Sekali lagi ini adalah film yang sulit dimengerti. Mungkin banyak yang bertanya kok bisa sih film ini menang? kok bisa sih film ceritanya gak jelas gitu menang? kok bisa sih film ada adegan begituannya kok menang? kok bisa sih gambarnya gelap semua gitu menang? orang-orang tak berilmu seperti saya pasti bertanya-tanya seperti itu. Tetapi justru difilm inilah hakekat sebenarnya dari film pendek mampu disuguhkan dengan lugas. Dengan teknik yang sangat sederhana, mengangkat isu-isu lokal yang ada disekitarnya, film ini mengajak penonton berfikir apa sih sebenarnya liburan keluarga itu? Jawaban yang tak biasa yang justru hakekat yang sebenarnya, ada pada film ini. Masih gak mudeng juga dengan film ini? gak mudeng dengan tuisan saya? sama saya sendiri juga gak paham sebenarnya, heuheuheu

Poster film "Pingitan"
Terakhir ada dua film karya Orizon Astonia, mahasiswa Insitut Kesenian Jakarta. Kebetulan tadi pada saat diskusi Orizon sempet komunikasi dengan kita lewat telepon. Menurut saya, kedua film ini adalah buah kegelisahan sang sutradara pada saat dia berada dipesanten. Sebelumnya memang sang sutradara pernah dipesantren kurang lebih selama satu tahun. Tema yan diangkat di dua film ini juga tak jauh dari kehidupan pesantren. Pertama pingitan, bercerita tentang dua insan yang akan menikah dan menjalani "pingitan", yaitu tidak boleh saling bertemu beberapa hari sebelum menikah (tepatnya saya nggak tahu, emang pingitan itu ajaran di pesantren ya? ) dan mereka mencuri waktu dimalam hari untuk bertemu, kedua yaitu lewat sepertiga malam, bercerita tentang 3 perempuan pesantren yang kabur pada saat jam malam untuk bertemu pacarnya. Dua film ini tidak berwarna alias BW (item - putih), kata sutradaranya sih pada film pertama dia memang nyoba nyoba pake BW, eh taunya keren, di film keduanya akhirnya dia pake BW juga. BW emang ampuh untuk menyamarkan kualitas gambar yang kurang bagus seperti noise, terutama untuk setting malam hari, dimana sangat rentan muncul noise. Kebetulan dua film ini bersetting waktu malam hari.

Adegan film "Pingitan"
Pada film pingitan dialog mempunyai porsi yang cukup besar, hampir 90 persen isi film ini ada pada dialognya. Dibawakan dengan nada datar serta emosi kedua pemain yang tanpa ekspresi, justru menambah dalam makna yang ada didalamnya. Berisi obrolan-obrolan vulgar dan lantang khas orang dewasa, yang biasanya tabu untuk dibicarakan jusrtru suguhan utama film ini. Kalo kata sutradaranya sih tadi kenapa nada dialognya datar, karena pas shooting itu sudah malam, jadi pemainya ngantuk dan dari awal sipemain membawakannya dengan datar-datar saja, akhirnya si sutradara menyuruh pemain untuk membawakannya sepeti itu sampai akhir. Katanya lo ya, katanya, tetapi saya lebih suka dibawakan dengan datar begitu. Lebih mengena, isi obrolannya tak biasa, cara pembawaanya juga tak biasa, pas. Sedangkan di film lewat sepertiga malam, merupakan gambaran anak pesantren yang melanggar aturan yang telah ditetapkan. Sekali lagi banyak intepretasi dari satu visualisasi cerita dalam film ini. Dari saya sendiri tentang film ini, adalah apa yang terlihat baik itu tak selamanya baik dan belum tentu baik, apa yang terlihat buruk itu tak selamanya buruk dan belum tentu buruk.

Adegan film "Lewat Sepertiga Malam"
Banyak pertanyaan yang muncul dari menonton film-film macam beginian. Pernah saya menemui pertanyaan lucu, atau pertanyaan sedikt lucu, anggap saja lucu, mungkin lebih tepatnya pertanyaan dari orang polos "itu pengambilan gambarnya tidak pakai tripid ya mas? kok gambarnya goyang? kan lebih enak pakai tripod? filmakernya pun menjawab "iya mas, saya ndak punya tripod" heuheuheu. Oh iya tadi sempet juga ada yang masih merasa bingung itu kenapa film-film yang lolos festival bahkan menang festival film macam begitu. Katanya dengan teknik yang biasa saja dan gambar-gambar yang nggak indah atau apa tadi saya lupa, pokoknya begitulah, bisa menang festival.Trus katanya lagi percuma kita selama ini susah-susah belajar berbagai macam teknik yang bagus sedangkan film yang menang "hanya" film model begitu. Hmmm... hmmmm.. hmmmm... kalo boleh saya menjawab maka saya akan jawab "saya juga ndak tahu", saya hanya anak yang tak berilmu beginian, saya cuma nonton, nulis, udah, gitu aja, wkwkwkwkwkw. Jadi inget kata mas Orizon tadi, "butuh sedikit waktu dan pemahaman sedikit lagi kok, nanti juga ngerti" heuheuheu.

Diakhir tulisan ini ada beberapa hal yang ingin saya sampaikan. Ada yang bilang kalau film adalah hal yang multi-intepretasi, artinya banyak intepretasi dari satu film. Ya, itu benar. Bagus tidaknya film itu relatif, tergantung selera. Ya, itu juga benar. Dua kalimat barusan memang pantas untuk menutup suatu diskusi, hhahahaha. Mari mengerjakan skripsi! eh, mari menonton film..!! xD
5 Mothisme: Nonton + Diskusi Film Pendek Finalis Ganfest 2014 di Sinematografi UA Suasana Diskusi di Sekre Sinematografi UA Beberapa saat yang lalu temen-temen SinematografiUA ngadain nonton bareng film finalis ganfest...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

< >